Minggu, 15 Agustus 2010

Diare Kronik

Definisi

Diare kronik ada1ah diare berlangsung 14 hari atau lebih, dapat berupa diare cair atau disentri.

Insiden

Pada Indonesian Demographic dan Hea1th Survey, 1994, di1aporkan bahwa preva1ensi diare persisten adalah 0,15 dan diare berdarah adalah 1,2%.

Klasifikasi

Pembagian diare kronik yang didasarkan atas sifat tinja-berair, berlemak atau berdarah, menurut Arasu dkk (1979) akan lebih dapat membantu menghadapi masalah diare kronik. Klasifikasi diare kronik pada bayi dan anak adalah sebagai berikut:

A.  Watery stools atau tinja cair
1.  Gastroenteropati a1ergi
·         Alergi protein susu sapi
·         Alergi protein kedele
2. a. Defisiensi disakaridase
·         Defisiensi lactase - sering sekunder
·         Defisiensi sucrose -isomaltase
b. Ma1aosolusi glukosa -galaktosa
  1. Defek imun primer
  2. Infeksi usus oleh virus, bakteri dan parasit (giardin)
  3. CSBS ( contaminated sma1l bowel syndrome )
·         Obstruksi usus, ma1rotasi, short bowel syndrome, dll
·         Penyakit Hirsprung, enterckolitis
  1. Persistent postenteriting diarrhoea dengan atau tanpa intoleransi karbohidrat
  2. Diare sehubungan dengan penyakit endokrin
·         Hiperparlitiroidism
·         Insufisiensi adrena1
·         Diabetes melitus
  1. Diare sehubuugan dengan tumor
·         Karsinoma medu1a tiroid
·         Ganglionewoma
·         Zol/inger-E1lison syndrome
  1.  Ma1absorhsi asam empede
·         Cholerrhoeic diarrhoea

B.   Fattty stools atau tinja berlernak
1.   Insufisiensi pancreas, PEM, BBLR
·         Hipoplasia (Swachman Syndrome)
·         Cystic fibrosis. celiac disease
2.    Limfangiektasi usus
3.    Kolestsis
·         Atresia biliaris ekstra atau intrahepatik
·         Hepatitis neonatal
·         Sirosis hepatis
4.  Steatorea akibat obat (misa1: neomisin, kolestiramin)
5.  CSBS: -Short bowel syndrome
6.   Gastroenteropati alergi, defek imun primer, enteropati akrodennatitis, anemia defisiensi besi.

C.   Bloody stools atau tinja berdarah
1. V. campylobacter, Saimonella, Shigella
2.  Disentri amuba
3.  Inflammatory bowel disease
·         Kolitis ulseratif
·         Penyakit Chron
4.  Enterokolitis pseudomembranosa
5.  Diare sehubungan dengan lesi anal

Patofisiologi
Mekanisme patofisiologi diare kronik bergantung penyakit dasarya dan sering terdapat lebih dari satu mekanisme, yaitu : (Arasu dkk. 1979)
a.       Diare osmotic
b.      Diare sekretorik
c.       Bakteri tumbuh lampau, malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi lemak
d.      Defek sistem pertukaran anion
e.       Kerusakan mukosa
f.       Motilitas dan transit abnormal
g.       Sindrom diare intraktabel
h.      Mekanisme-mekanisme lain.

Berdasarkan patogenesis dan patofisiologinya, diare kronik diklasifikasikan menjadi:
1.   Diare persisten, yaitu diare yang melanjut/menetap sampai 2 minggu atau lebih dan disebabkan oleh infeksi serta sering disertai gangguan pertumbuhan.
2.   Sindroma rawan usus SUS (SRU)/Irritable bowel syndrome (lRS), yaitu suatu sindrom klinis yang menyebabkan diare kronik non spesifik pada anak yang tampaknya sehat, tidak ditemukan adanya kelainan organik.
3.   Diare intraktibel bayi (Intractable diarrhea ofinfancy), yaitu bayi dengan diare yang berhubungan dengan kerusakan mukosa yang difus yang timbul sebelum bayi berusia 6 bulan, berlangsung lebih dari 2 minggu. disertai malabsorbsi dan malnutrisi.  Berbagai penyakit dapat menyebabkan diare yang sulit diatasi, melanjutkan kerusakan mukosa usus halus, yang merupakan penyebab utama dari diare intraktabel ini.

Diagnosa dan Evaluasi
1.   Riwayat penyakit: saat mulainya diare, frekuensi diare, kondisi tinja meliputi penampakan, konsistensi, adanya darah atau lender, gejala ekstraintestinal seperti gejala infeksi saluran pernafasan bagian atasfailure to thrive sejak lahir (cystic fibrosis), terjadinya diare sesudah diberikan susu. Buah-buahan (defisiensi sukrase-isomerase), hubungan dengan serangan sakit perut dan muntah (malrotasi), diare sesudah gangguan emosi atau kecemasan (irritable colon syndrome), riwayat pengobatan antibiotika sebelumnya (euterokolitis pseudomembranosa )

2.    Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan yang cermat keadaan umum pasien, status dehidrasi, pemeriksaan abdomen, ekskoriasi pada bokong, manifestasi kulit. juga penting untuk mengukur berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, perbandingan berat badan terhadap tinggi badan, gejala kehilangan berat badan, menilai kurva pertumbuhan, dan sebagainya.

3.   Pemeriksaan laboratoris
a.     Pemeriksaan tinja
Ø  Makroskopis: warna, konsistensi, adanya darah, lendir
Ø  Mikroskopis:
·   Darah samar dan leukosit yang positif (> l0/lpb) menunjukkan kemungkinan adanya peradangan pada kolon bagian bawah.
·   pH tinja yang rendah menunjukkan adanya maldigesti dan malabsorbsi karbohidrat di dalam usus kecil yang diikuti fermentasi oleh bakteri yang ada di dalam kolon.
·   Clinitest, untuk memeriksa adanya substansi reduksi dalam sample tinja yang masih baru, yang menunjukkan adanya malabsorbsi karbohidrat.
·   Breath hydrogen test, digunakan untuk evaluasi malabsorbsi karbohidrat
·   Uji kualitatif ekskresi lemak di dalam tinja dengan pengecatan butir lemak, merupakan skrining yang cepat dan sederhana untuk menentukan adanya malabsorbsi lemak.
·    Biakan kuman dalam tinja, untuk mendapat informasi tentang flora usus dan kontaminasi
·    Pemeriksaan parasit (Giardia lamblia, cacing)
b.    Pemeriksaan darab: darah rutin, elektrolit (Na, K; Cl) dan bicarbonate, albumin, kadang diperlukan pemeriksaan kadar serum, dll.
4.   Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi saluran gastrointestinal membantu mengidentifikasi cacat bawaan (malrotasi, stenosis) dan kelainan-kelainan seperti limfangiektasis, inflammatory bowel disease, penyakit Hirschprung, enterokolitis nekrotikans.

Penatalaksanaan 
1.      Umum dan Dietetik
a.  Nutrisi enteral
·    Alimentasi enteral merupakan cara yang paling efektif dan dapat diterima untuk mempertahankan dan mencukupi kebutuhan nutrisi penderita anak dengan saluran pencernaan yang masih berfungsi jalur enteral dapat ditempuh melalui oral atau nasograstrik, nasojejunal, gastrostomi atau jejunostomi dengan feeding tube
·    Pemilihan formula diet yang diberikan secara enteral dapat dikategorisasikan dalam 3 macam diet:
a)   Diet polimerik, yang mengandung protein sebagai sumber protein dan dipakai untuk pasien dengan fungsi usus yang normal.
b)  Diet elemental, yang mengandung nutrient dengan berat molekul rendah dan dipakai untuk pasien dengan gangguan fungsi gadtrointestinal.
c)   Diet formula khusus, yang mengandung kadar tinggi asam amino rantai bercabang untuk pemakaian pada elsefolapati hepatic dan pasien dengan perubahan kadar asam amino lain atau kesalahan metabolisme bawaan (inborn errors of metabolism)
·         Kandungan formula yang ditetapkan meliputi:
a)      Karbohidrat
Karbohidrat akan dipecah oleh enzim oligosakaridase dalam mikrovili menjadi monosakarida yang akan diabsorbsi ke dalam enterosit. Terdapat 4 enzim  oligosakaridase yang berbeda dalam mikrovili yaitu maltase (glukosa amilase (glukosa a-dekstrinase), lactase dan trehalase. Semua enzim ini berkurang pada penyakit yang mengenai mukosa usus halus. Lactase merupakan enzim yang paling peka dan paling akhir pulih apabila terjadi kerusakan mukosa.
b)      Lemak
Lemak merupakan nutrient yang paling padat kandungan kalorinya. Pemberian lemak pada penderita diare kronik sangat penting karena sering disertai keterbatasan pemasukan kalori.
c)      Protein
Kebutuhan anak akan protein dapat dipenuhi dengan penggunaan protein utuh. protein hidrolisat, asam amino atau gabungan.
d)      Vitamin dan mineral
Kekurangan vitamin dan mineral dapat terjadi pada anak kendatipun dan pemasukan kalori yang cukup apabila terdapat malabsorbsi lemak. atau terjadi interaksi obat/nutrient dengan diet yang sangat khusus.
·   Formula yang paling baik diberikan pada diare kronik ialah yang mengandung glukosa primer, bebas laktosa mengandung protein hidrolisat, medium chain triglyceride, osmolaritas kurang sedikit dari 600 mOsm/l. dan bersifat hipoalergik. (Pregestimil). atau yang mengandung short chain peptide (Pepti Yunior).
·    Menaikkan konsentrasi formula dilakukan perlahan-lahan. mula-mula dianjurkan konsentrasi 1/3 IV. selanjutnya dinaikkan menjadi 2/3 oral: 1/3 IV. dan bila keadaan sudah cukup baik (kenaikan BB minimal 1 kg) diberikan pregestimil dalam konsentrasi penuh.
·   Pemberian melalui pipa nasagastrik diperlukan apabila bayi/anak tidak mampu atau tidak mau menerima makanan secara oral, namun keadaan saluran gastrointestinalnya masih berfungsi. Pemberian nutrisi dilakukan dengan meningkatkan kecepatan dan kadar formula secara bertahap sampai mencapai kebutuhan nutrisi anak.
·    Komplikasi nutrisi enteral:
F  Hidrasi berlebih
F  Hiperglikemia
F  Azotemia (konsumsi protein berlebih)
F  Hipervitaminosis K
F  Dehidrasi sekunder karena diare
F  Gangguan elektrolit dan mineral (terutama akibat muntah dan diare)
F  Gagal tumbuh sekunder akibat pemasukan energi tidak cukup.
F  Aspirasi
F  Defisiensi nutris sekunder karena kesalahan formula

b.   Nutrisi Parenteral

·    Nutrisi parenteral merupakan teknik untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh melalui Jalan intraven. Nutrient khusus terdiri atas air, dekstrosa. asam amino, emu!si lemak. mineral,  vitamin. trace elemen.  Jalur ini jangan digunakan apabila penderita masih mempunyai saluran gastrointestinal yang masih berfungsi serta masih dimungkinkan pemberian secara peroral, enteral atau gastrostorni. Pada umumnya tidak digunakan untuk waktu kurang dari 5 hari.

Indikasi nutrisi Ament ME, 1993 


Kebutuhan pada nutrisi parenteral

a.   Kalori
      Kebutuhan kalori per berat badan (Ament, 1993) 


Pada beberapa keadaan diperlukan penambahan kebutuhan kalori: panas (12% per setiap setiap kenaikan 1°C di atas 37°C) gagal jantung (15 - 20 %), pembedahan besar (20 -30% kombosio sampai 100%), dan sepsis berat (25%).

b.   Cairan
     Kebutuhan cairan sesuai umur (Ament ME, 1993) 



b.   Karbohidrat
·    Dekstrosa merupakan sumber utama kalori non protein yang memberikan 3,4 kka1/gram dalam bentuk monohidrat
·    Keterbatasannya adalah terjadinya phlebitis apabila kadar > 10 -l2,5%
·    Pemberian dilakukan secara bertahap untuk memberikan kesempatan respon tubuh dalam memproduksi insulin endogen dan mencegah terjadinya glikosuria.

d.     Asam amino 
       Kebutuhan asam amino menurut usia (Ament ME, 1993 )


 e.    Lemak
·    Selain untuk memenuhi kebutuhan kalori, lemak menyediakan asam lemak essensial untuk pertumbuhan bayi dan anak, dan menunjang perkembangan yang normal.
·    Preparat lemak intravena tersedia dalam larutan 10% (1 kkal/ml) dan 20% (2 kka1/ml)
·    Minimal 2-4% dari kebutuhan kalori total diberikan berupa lemak intravena untuk menghindari terjaadinya defisiensi asam lemak. yang dapat dicapai dengan penggunaan 0,5-1 gram emulsi lemak/kg/hari
·    Defisiensi asam lemak paling awal terjadi pada neonatus dalam 2 hari dengan tanda kecepatan pertumbuhan yang lambat, kulit kering bersisik, pertumbuhan rambut berkurang. trombositopeni, peka terhadap infeksi dan gangguan penyembuhan luka.

f.   Elektrolit
     Kebutuhan elektrolit intravena (Ament ME, 1993)

f.    Trace Element
      Kebutuhan trace element :



 2.      Medika mentosa
a.   Obat anti diare (kaolin, pectin, difenoksilat) tidak perlu diberikan karena tidak satupun yang memberikan efek positif
b.   Obat anti mikroba
    Pada umumnya tidak dianjurkan, bahkan dapat mengubah flora usus dan memperburuk diare. Kecuali pada neonatus, anak dengan sakit berat (sepsis), anak dengan defisiensi imunologi dan anak dengan diare kronis yang sangat berat, dianjurkan pemberian antimikroba. Sedangkan metronidazole efektif untuk Giardia lamblia.
c.  Kortikosteroid
    Pada anak dengan colitis ulseratif, pemberian enema steroid pada tahap awal memberikan respon yang baik, dan pada beberapa anak mendapat kombinasi dengan steroid sistemik.
d.   Immunosupressif, seperti Azathioprine digunakan pada penyakit Chron apabila pengobatan konvensional tidak mungkin.
e.  Kolestiramin
    Penggunaan kolestiramin sangat bermanfaat pada diare kronik, terutama malabsorbsi asam empedu serta pada infeksi usus karena bakteri (mengikat toksin).
f.   Operasi
   Indikasi operasi adalah pada diare kronis pada kasus-kasus bedah seperti penyakit Hirschprung, enterokolitis nekrotikans. Namun hanya dilakukan setelah keadaan umum membaik.


Sumber: Standar Penatalaksanaan Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSMH Palembang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar