Rabu, 04 Agustus 2010

Terapi Cairan Perioperatif


       Terapi cairan perioperatif termasuk penggantian deficit cairan, kehilangan cairan normal dan kehilangan cairan lewat luka operasi termasuk kehilangan darah.

Kebutuhan Pemeliharaan Normal
      Pada waktu intake oral tidak ada, deficit cairan dan elektrolit dapat terjadi dengan cepat karena adanya pembentukan urin yang terus berlangsung,sekresi  gastrointestinal, keringat dan insensible losses dari kulit dan paru. Kebutuhan pemeliharaan normal dapat diestimasi dari tabel berikut:

Tabel Estimasi Kebutuhan Cairan Pemeliharaan
       Berat                                                               Kebutuhan        
10 kg pertama                                                            4 ml/kg/jam
10-20 kg kedua                                                          2 ml/kg/jam
Masing-masing kg  > 20 kg                                       1 ml/kg/jam
Contoh: berapa kebutuhan cairan pemeliharaan untuk anak 25 kg? Jawab: 40+20+5=65 ml/jam


Preexisting Deficit 
      Pasien yang akan dioperasi setelah  semalam puasa tanpa intake cairan akan menyebabkan defisit cairan sebanding dengan lamanya puasa. Defisit ini dapat diperkirakan dengan mengalikan normal maintenance dengan lamanya puasa. Untuk 70 kg, puasa 8 jam, perhitingannya (40+20+50)ml/jam x 8 jam atau 880 ml.  Pada kenyataannya, defisit ini dapat kurang sebagai hasil dari konservasi ginjal. Kehilangan cairan abnormal sering dihubungkan dengan defisit preoperatif. Sering terdapat hubungan antara perdarahan preoperatif, muntah, diuresis dan diare.


Penggantian Cairan Intraoperatif

Terapi cairan intraoperatif meliputi kebutuhan cairan dasar dan penggantian deficit cairan preoperative seperti halnya kehilangan cairan intraoperative ( darah, redistribusi dari cairan, dan penguapan). Pemilihan jenis cairan intravena tergantung dari prosedur pembedahan dan perkiraan kehilangan darah. Pada kasus kehilangan darah minimal dan adanya pergeseran cairan, maka maintenance solution dapat digunakan. Untuk semua prosedur yang lain Ringer Lactate biasa digunakan untuk pemeliharaan cairan. Idealnya, kehilangan darah harus digantikan dengan  cairan kristaloid atau koloid untuk memelihara volume cairan intravascular ( normovolemia) sampai bahaya anemia berberat lebih (dibanding) resiko transfusi. Pada kehilangan darah dapat diganti dengan transfuse sel darah merah. Transfusi dapat diberikan pada Hb 7-8 g/dL (hematocrit 21-24%).
Hb < 7 g/dL  cardiac output meningkat untuk menjaga agar transport Oksigen tetap normal. Hb 10 g/dL biasanya  pada pasien orang tua dan penyakit yang berhubungan dengan jantung dan paru-paru. Batas lebih tinggi mungkin digunakan jika diperkirakan ada kehilangan darah yang terus menerus. Dalam prakteknya, banyak dokter memberi Ringer Laktat kira-kira 3-4 kali dari banyaknya darah yang hilang, dan cairan koloid dengan perbandingan 1:1 sampai dicapai Hb yang diharapkan.




Tabel Perkiraan Volume Darah Rata-Rata (Average Blood Volumes) 
AGE                                     BLOOD VOLUME
NEONATES
   PREMATURE                            95 ML/KG
   FULL-TERM                               85 ML/KG
INFANTS                                       80 ML/KG
ADULTS
   MEN                                            75ML/KG
   WOMAN                                     65 ML/KG

Pada keadaan ini   kehilangan darah dapat diganti dengan Packed red blood cell.
Banyaknya transfusi dapat ditentukan dari hematocrit preoperatif dan dengan perkiraan volume darah. Pasien dengan hematocrit normal biasanya ditransfusi  hanya setelah kehilangan darah >10-20% dari volume darah mereka. Sebenarnya tergantung daripada kondisi pasien] dan prosedur dari pembedahan . Perlu diketahui jumlah darah yang hilang untuk penurunan hematocrit  sampai 30%, dapat  dihitung sebagai berikut:
  • Estimasi volume darah dari Tabel 29-5.
  • Estimasi volume sel darah merah (RBCV) hematocrit preoperative (RBCV preop).
  • Estimasi RBCV pada hematocrit 30% ( RBCV30%), untuk menjaga volume darah   normal .
  • Memperkirakan volume sel darah merah yang hilang ketika hematocrit 30% adalah RBCV lost = RBCV preop - RBCV 30%.
  •  Perkiraan jumlah darah yang hilang = RBCV lost X 3

Contoh
 Seorang perempuan 85 kg mempunyai suatu hematocrit preoperatif 35%. Berapa banyak jumah darah yang hilang untuk menurunkan hematocritnya sampai 30%?
 Volume Darah yang diperkirakan= 65 mL/kg x 85 kg= 5525 ml.
 RBCV35%= 5525 x 35%= 1934 mL.
 RBCV30%= 5525 x 30%= 1658 mL
 Kehilangan sel darah merah pada 30%= 1934- 1658= 276 mL.   
 Perkiraan jumlah darah yang hilang = 3 x 276 mL= 828 mL.
Oleh karena itu, transfusi harus dipertimbangkan hanya jika pasien kehilangan darah melebihi 800 ml. Transfusi tidak direkomendasikan sampai terjadi penurunan hematocrit hingga 24% (hemoglobin< 8.0 g/dL), tetapi ini diperlukan untuk menghitung banyaknya darah yang hilang, contohnya pada penyakit jantung dimana diberikan transfusi jika kehilangan darah 800 mL.

Tabel Redistribusi dan evaporasi kehilangn cairan saat pembedahan
DERAJAT DARI TRAUMA JARINGAN                           PENAMBAHAN CAIRAN
MINIMAL (contoh hernioraphy)                                                     0 – 2 ML/KG
SEDANG  ( contoh cholecystectomy)                                               2 – 4 ML/KG
BERAT (contohreseksi usus)                                                            4 – 8 ML/KG

Petunjuk lain yang biasa digunakan sebagai berikut:
(1) satu unit sel darah merah sel akan meningkatkan hemoglobin 1 g/dL dan hematocrit 2-3% (pada orang dewasa); dan 
(2) 10mL/kg transfusi sel darah merah akan meningkatkan hemoglobin 3g/dL dan hematocrit 10%.

Menggantikan Hilangnya Cairan Redistribusi dan Evaporasi
Sebab kehilangan cairan ini dihubungkan dengan ukuran luka dan tingkat manipulasi dan pembedahan, dapat digolongkan menurut derajat trauma jaringan. Kehilangan cairan tambahan ini dapat digantikan menurut tabel di atas, berdasar pada apakah trauma jaringan adalah minimal, moderat, atau berat. Ini hanyalah petunjuk, dan kebutuhan yang sebenarnya bervariasi pada masing-masing pasien.

Referensi: Morgan, G. Edward. 2005. Clinical Anesthesiology, 4th Edition. Mc Graw-Hill Companies, Inc. United State. 

Terapi Cairan dan Tranfusi - Transfusi


GOLONGAN DARAH

           Membran sel darah merah berisi sedikitnya 300 faktor penentu antigenic berbeda. Sedikitnya 20 antigen golongan darah terpisah dapat dikenal; tanda dari masing-masing adalah di bawah control genetic dari chromosom loci. Kebetulan, hanya ABO dan Rh Sistem yang penting pada transfusi darah. Setiap orang biasanya menghasilkan antibody ( alloantibodies). Antibodi bertanggung jawab untuk reaksi-reaksi dari transfusi. Antibodi dapat menjadi  “alami” atau sebagai respon atas sensitisasi dari suatu kehamilan atau transfusi sebelumnya.



Sistem ABO
      Kromosomal untuk sistem ABO ini menghasilkan dua alleles: A dan B. Masing-masing merepresentasikan suatu enzim yang merupakan modifikasi dari suatu permukaan sel glycoprotein, menghasilkan antigen  yang berbeda. (Sebenarnya, ada berbagai varian A dan B.) Hampir semua individu tidak mempunyai A atau B " natural" yang menghasilkan antibody [ sebagian besar immu-noglobulin M ( IgM)] melawan antigens ( Tabel 29-7) di dalam tahun pertama kehidupan. Antigen H adalah precursor dari system ABO tetapi diproduksi oleh suatu chromosom tempat berbeda. Tidak adanya  antigen H( hh genotype, juga disebut Bombay pheno-type) mencegah munculny gen A atau B; individu dengan  kondisi sangat jarang ini  akan mempunyai anti-A, anti-B, dan anti-H antibodi.

Sistem Rh
 Sistem Rh ditandai oleh dua gen yang menempati chromosome. Ada sekitar 46 Rh-berhubungan dengan antigens, tetapi secara klinis, ada lima antigen utama ( D, C, c, E, dan e) dan menyesuaikan dengan antibody .Biasanya, ada atau tidak allele yang paling immunogenic dan umum, D antigen, dipertimbangkan. Kira-Kira 80-85% tentang populasi orang kulit putih mempunyai antigen D. Individu yang kekurangan allele ini disebut Rh-Negative dan biasanya antibodi akan melawan antigen D hanya setelah terpapar oleh ( Rh-Positive) transfusi sebelumnya atau kehamilan ( seorang Ibu Rh-Negative melahirkan bayi Rh-Positive).


Sistem Lain
Sistem  lain ini meliputi antigen Lewis, P, li, MNS, Kidd, Kell, Duffy, Lutheran, Xg, Sid, Cartright, YK, dan Chido Rodgers antigens. Kebetulan, dengan beberapa perkecualian ( Kell, Kidd, Duffy, Dan), alloantibodi melawan  sistem ini jarang menyebabkan reaksi hemolytic serius.

TES KOMPATIBILITAS


Tujuan tes ini adalah untuk memprediksi dan untuk mencegah reaksi antigen-antibody sebagai hasil transfusi sel darah merah. Donor dan penerima donor darah harus di periksa adanya antibody yang tidak baik.

 Tabel Golongan darah ABO

  TIPE                              Adanya antibodi dalam serum                              Insidensi*
     A                                                anti– B                                                      45%
     B                                                anti – A                                                       8%
   AB                                                    -                                                              4%
      O                                            anti A, anti–B                                                43%
* angka rata-rata  pada orang di Eropa


Tes ABO-Rh
 Reaksi Transfusi  yang paling berat adalah yang berhubungan dengan inkompatibilitas ABO; antibody yang didapat secara alami  dapat bereaksi melawan antigen dari transfusi (asing), mengaktifkan komplemen, dan mengakibatkan hemolisis intravascular. Sel darah merah pasien diuji dengan serum yang dikenal  mempunyai antibody melawan A dan B untuk menentukan jenis darah. Oleh karena prevalensi secara umum antibodi ABO alami, konfirmasi jenis darah  kemudian  dibuat dengan menguji serum pasien  melawan sel darah merah dengan antigen yang  dikenal.
 Sel darah merah pasien juga diuji dengan antibody anti-D untuk menentukan Rh. Jika hasilnya adalah Rh-Negative, adanya antibodi anti-D d dapat diuji dengan mencampur serum pasien dengan sel darah merah Rh (+).Kemungkinan berkembangnya antibodi anti-D setelah paparan pertama pada antigen  Rh adalah 50-70%.

Crossmatching
 Suatu crossmatch  transfusi: sel donor dicampur dengan serum penerima. Crossmatch mempunyai tiga fungsi: ( 1) Konfirmasi jenis ABO dan Rh  ( kurang dari 5 menit), ( 2) mendeteksi antibodi pada golongan darah lain , dan ( 3)  mendeteksi antibody dengan titer rendah atau tidak terjadi aglutinasi mudah. Yang  dua terakhir memerlukan sedikitnya 45 menit.

 Screening Antibodi
 Tujuan test ini adalah untuk mendeteksi dalam serum adanya antibodi yang biasanya dihubungkan dengan reaksi hemolitik non-ABO. Test ini ( dikenal juga Coombs Tes tidak langsung) memerlukan 45 menit dan dengan mencampur serum pasien dengan sel darah merah dari antigen yang dikenal; jika ada antibodi spesifik, membran sel darah merah dilapisi, dan penambahan dari suatu antibodi antiglobulin menghasilkan aglutinasi sel daraah.  Screening ini rutin dilakukan pada seluruh donor darah dan dilakukan untuk penerima donor sebagai ganti dari crossmatch .

Type & Crossmatch  versus Type & Screen
 Timbulnya suatu reaksi hemolytic yang serius setelah transfusi dari  ABO- dan Rh-Compatible Transfusi dengan screening negatif tetapi tanpa  crossmatch kurang dari 1%. Crossmatching, bagaimanapun, meyakinkan pentingnya kemanan yang optimal dan mendeteksi adanya antibody  yang lain yang muncul dalam screening. Crossmatch kini dilakukan hanya untuk prosedur operasi elektif dg kemungkinan transfusi darah. Oleh karena waktunya sekitar 45 menit jika sebelumnya prosedur dua type dan screen telah didokumentasikan, pada beberapa Center telah memulai crossmatch secara komputer.

Pemesanan Darah Untuk Pperasi

Kebanyakan rumah sakit menyusun daftar operasi yang akan dilakukan  dan yang maksimum jumlah unit yang dapat dicrossmatch preoperati. Seperti  pada praktek mencegah  berlebihan Crossmatching darah. Daftar pada umumnya didasarkan pada masing-masing pengalaman institusi. Suatu crossmatch-to-transfusion perbandingan kurang dari 2.5:1 dipertimbangkan bisa diterima. Hanya suatu type and screen dilakukan jika timbulnya transfusi untuk suatu prosedur kurang dari 10%. Jika transfusi diperlukan, dilakukan cross-match . Pinjaman secara khas dibuat untuk pasien anemic dan mereka yang mempunyai kelainan pembekuan.


TRANSFUSI DALAM KEADAAN DARURAT
 Ketika pasien sedang exsanguinating, kebutuhan transfusi terjadi sebelum penyelesaian suatu crossmatch, penyaringan , atau bahkan identifikasi tipe darah. Jika jenis darah pasien sudah dikenal, dilakukan crossmatch kurang dari 5 menit, akan mengkonfirmasikan kompatibilitas ABO. Jika jenis darah penerima tidak dikenal dan transfusi harus dimulai sebelum penentuan, jenis O Rh-Negative  darah mungkin bisa digunakan.


 BANK DARAH
 Darah dari pendonor disaring untuk mengeluarkan  zat-zat yang dapat mempengaruhi kondisi medis yang kurang baik bagi penerima donor. Hematocrit ditentukan, jika >37% untuk allogeneic atau 32% untuk donor autologous, darah dikumpulkan, diidentifikasi, disaring untuk antibodi, dan dilakukan pengujian adanya Hepatitis B, Hepatitis C, sipilis,human T cell leukemia virus ( HTLV)-1 dan HTLV-2, dan Human immunodeficiency virus ( HIV)-1 dan HIV-2. Kebanyakan pusat penelitian sedang melakukan tes terhadap asam nucleat virus RNA untuk mendeteksi Hepatitis B dan C dan virus HIV ,dan sedang melakukan deteksi terhadap West Nile Virus. Ada test yang sangat sensitif, dan mereka perlu membatasi virus dengan window positif  tetapi test negatif.
Pertama, darah dikumpulkan kemudian tambahkan larutan anticoagulant. Larutan yang paling umum digunakan adalah CPDA-1, yang berisi sitrat sebagai antikoagulan (berikatan dengan Calcium), fosfat sebagai buffer, dextrose sebagai sumber energi sel darah merah, dan adenosine sebagai precursor dari sintesa ATP.
Darah dengan CPDA-1- dapat disimpan untuk 35 hari, setelah kelangsungan hidup sel darah merah dengan cepat berkurang. Sebagai alternatif, penggunaan AS-1 ( Adsol) atau AS-3 ( Nutrice) meluas umur rata-rata 6 minggu.
 Semua unit yang dikumpulkan dipisahkan ke masing-masing komponen, yang diberi nama, sel darah merah, platelets, dan plasma.
 Ketika disentrifuge, 1 unit Whole blood utuh menghasilkan sekitar 250 mL packed red blood cel ( hematocrit 70%); mengikuti penambahan larutan saline, volume suatu unit packed red cell sering mencapai 350 mL. Sel darah merah secara normal disimpan pada 1-6°C. Sel darah merah dapat dibekukan dalam larutan glycerol hypertonis sampai 10 tahun. Teknik yang belakangan pada umumnya disediakan untuk penyimpanan darah dengan phenotypes jarang. Supernatant disentrifuge untuk menghasilkan platelets dan plasma.  1 Unit platelets yang diperoleh biasanya berisi 50-70 mL plasma dan dapat disimpan pada 20- 24°C untuk 5 hari. Sisa plasma supernatant diproses dan dibekukan untuk menghasilkan Fresh frozen plasma; pembekuan cepat mencegah inaktifasi faktor pembekuan ( V dan VIII). Pencairan yang lambat dari Fresh frozen plasma menghasilkan suatu  gelatin presipitat ( cryo-precipitate) yang berisi faktor VIII dan fibrinogen dengan konsentrasi tinggi. Ketika dipisahkan, cryoprecipitate ini dapat dibekukan kembali untuk disimpan. Satu unit darah menghasilkan sekitar 200 mL plasma, yang mana dapat dibekukan untuk disimpan; sekali ketika, harus ditransfusi dalam 24 jam. Platelets boleh sebagai alternatif untuk mencapai plateletpheresis, yang ekuivalen dengan enam unit reguler dari pasien .



TRANSFUSI INTRAOPERATIF

Packed Red Blood Cells

Transfusi darah sebaiknya diberikan packed red cell, dan dapat mengoptimalkan penggunaan dan  pemanfaatan bank darah. Packed Red Blood Cell ideal untuk pasien yang  memerlukan sel darah merah tetapi tidak penggantian volume ( misalnya, pasien anemia dengan congestive heart failure). Pasien yang dioperasi memerlukan cairan seperti halnya sel darah merah; kristaloid dapat diberikan dengan infuse secara bersama-sama dengan jalur intravena yang kedua untuk penggantian volume cairan.
 Sebelum transfusi, masing-masing unit harus diperiksa secara hati-hati dicek dengan kartu dari bank darah dan identitas dari penerima donor darah. Tabung transfusi berisi 170-J.m untuk menyaring gumpalan atau kotoran. Dengan ukuran  sama dan saringan berbeda  digunakan untuk mengurangi  leukocyte isi untuk mencegah febrile reaksi transfusi febrile pada pasien yang sensitif. Darah untuk transfusi intraoperative harus dihangatkan sampai 37°C. terutama jika lebih dari 2-3 unit yang akan ditransfusi; jika tidak akan menyebabkan hypothermia. Efek tambahan hypothermia dan  secara khas 2,3-diphosphoglycerate ( 2,3-DPG) konsentrasi rendah dalam darah yang disimpan dapat menyebabkan suatu pergeseran kekiri ditandai hemoglobin-oxygen kurva-disosiasi dan, menyebabkan hipoxia jaringan. Penghangat darah harus bisa menjaga suhu darah > 30°C bahkan pada aliran rata-rata sampai 150 ml/menit


FRESH FROZEN PLASMA
 Fresh Frozen Plasma ( FFP) berisi semua protein plasma, termasuk semua factor pembekuan. Transfusi FFP ditandai penanganan defisiensi faktor terisolasi, pembalikan warfarin therapy, dan koreksi coagulopathy berhubungan dengan penyakit hati. Masing-Masing unit FFP biasanya meningkatkan faktor pembekuan 2-3% pada orang dewasa. Pada umumnya dosis awal 10-15 mL/kg.  Tujuannya adalah untuk mencapai 30% dari konsentrasi faktor pembekuan yang normal.
 FFP boleh digunakan pada pasien yang sudah menerima transfusi darah masive. Pasien dengan defisiensi ANTI-THROMBIN III atau purpura thrombocyto-penic thrombotic dapat diberikan FFP transfusi.
 Masing-Masing unit FFP membawa resiko cepat menyebar yang sama sebagai unit darah utuh. Sebagai tambahan, pasien dapat menjadi peka terhadap protein plasma. ABO-COMPATIBLE biasanya diberi tetapi tidak wajib.  Seperti  butir-butir darah merah, FFP biasanya dihangatkan 37°C sebelum transfusi.


 Platelets
Transfusi Platelet harus diberikan kepada pasien dengan thrombocytopenia atau dysfunctional platelets dengan pendarahan. Profilaxis Transfusi trombosit dapat diberikan pada pasien dengan hitung trombosit 10,000-20,000 oleh karena resiko perdarahan  spontan.
Hitung trombosit kurang dari 50,000 x 109/L dihubungkan dengan peningkatan perdarahan selama pembedahan. Pasien dengan thrombocytopenia yang mengalami pembedahan atau prosedur invasive harus diberikan profilaxis transfusi trombosit  sebelum operasi, hitung trombosit harus meningkat diatas 100,000 x 109/L. Persalinan pervaginam dan prosedur bedah minor dapat dilakukan pada pasien dengan hitung trombosit yang agak rendah tapi fungsi trombosit normal dan hitung trombosit >50,000 x 109/L.
 Masing-Masing unit platelets mungkin  diharapkan untuk meningkatkan 10,000-20,000 x 109/L dari trombosit. Plateletpheresis unit berisi yang sejenisnya  enam unit donor tunggal. Peningkatan lebih sedikit dapat diharapkan pasien dengan suatu sejarah platelet transfusi. Disfungsi dapat meningkatkan perdarahan pada pembedahan bahkan ketika trombosit normal dan dapat didiagnosa preoperative dengan memeriksa masa perdarahan. . Transfusi. Platelet diindikasikan pada pasien dengan disfungsi trombosit dan meningkatkan perdarahan pada pembedahan. ABO-compatible platelet transfusi adalah diinginkan tetapi tidak perlu. Transfused Platelets biasanya survive hanya 1-7 hari yang mengikuti transfusi. ABO kompatibel dapat meningkatkan platelet survival. Rh sensitisasi dapat terjadi di Rh-Negative donor dalam kaitan dengan adanyanit donor tunggal. Peningkatan lebih sedikit dapat diharapkan pasien dengan suatu sejarah platelet transfusi. Disfungsi dapat meningkatkan perdarahan pada pembedahan bahkan ketika trombosit normal dan dapat didiagnosa preoperative dengan memeriksa masa perdarahan. . Transfusi. Platelet diindikasikan pada pasien dengan disfungsi trombosit dan meningkatkan perdarahan pada pembedahan. ABO-compatible platelet transfusi adalah diinginkan tetapi tidak perlu. Transfused Platelets biasanya survive hanya 1-7 hari yang mengikuti transfusi. ABO kompatibel dapat meningkatkan platelet survival. Rh sensitisasi dapat terjadi di Rh-Negative donor dalam kaitan dengan adanya beberapa butir-butir darah merah di (dalam) Rh-Positive platelet Unit. Lebih dari itu, anti-A atau anti-B zat darah penyerang kuman di (dalam) yang 70 mL plasma pada setiap platelet unit dapat menyebabkan suatu reaksi hemolytic melawan terhadap butir-butir darah merah penerima ketika sejumlah besar ABO-incompatible platelet unit diberi. Administrasi Rh immuno-globulin ke Rh-Negative Individu dapat melindungi dari Rh sensitisasi yang mengikuti Rh-Positive platelet Transfusi. Pasien  yang kembang;kan zat darah penyerang kuman melawan terhadap HLA antigens lymphocytes di (dalam) platelet berkonsentrasi) atau platelet spesifik antigens memerlukan HLA-COMPATIBLE atau single-donor unit. Penggunaan plateletpheresis transfusi boleh ber/kurang kemungkinan sensitisasi.


Transfusi Granulosit
Transfusi Granulosit, yang dibuat dengan leukapheresis, diindikasikan pada pasien neutropenia dengan infeksi bakteri yang tidak respon dengan antibiotik. Transfusi granulosit mempunyai masa hidup dalam sirkulasi sangat pendek, sedemikian sehingga sehari-hari transfusi 1010 granulocytes pada umumnya diperlukan. Iradiasi dari granulosit menurunkan insiden timbulnya reaksi graft-versus-host , kerusakan endothelial berhubungan dengan paru-paru, dan lain permasalahan berhubungan dengan transfusi leukosit ( lihat di bawah), tetapi mempengaruhi fungsi granulosit. Ketersediaan filgrastim ( granulocyte colony-stimulating faktor, atau G-CSF) dan sargramostim ( granulocyte-macrophage colony-stimulating faktor, atau GM-CSF) telah sangat mengurangi penggunaan transfusi granulosit.

Referensi:
Morgan, G. Edward. 2005. Clinical Anesthesiology, 4th Edition. Mc Graw-Hill Companies, Inc. United State.  

Terapi Cairan dan Tranfusi - Komplikasi Transfusi

A. Komplikasi imun
Komplikasi  imun setelah transfusi darah terutama berkaitan dengan sensitisasi  donor ke sel darah merah, lekosit, trombosit  atau protein plasma.


  
1.      Reaksi Hemolytic

 Reaksi Hemolytic pada umumnya melibatkan destruksi spesifik dari sel darah merah yang ditransfusikan oleh antibody resipien. Lebih sedikit biasanya, hemolysis sel darah merah resipien terjadi sebagai hasil transfusi antibody sel darah  merah.Trombosit konsentrat yang inkompatible, FFP, clotting faktor, atau cryoprecipitate berisi sejumlah kecil plasma dengan anti-A atau anti-B ( atau kedua-duanya) alloantibodies. Transfusi dalam jumlah besar dapat menyebabkan hemolisis  intravascular.
 Reaksi Hemolytic biasanya digolongkan  akut ( intravascular) atau delayed ( extravascular).

 Reaksi Hemolytic Akut

 Hemolisis Intravascular akut pada umumnya berhubungan dengan Inkompatibilitas ABO dan frekwensi yang dilaporkan kira-kira 1:38,000 transfusi. Penyebab yang paling umum adalah misidentifikasi suatu pasien, spesimen darah, atau unit transfusi. Reaksi ini adalah yang terberat. Resiko suatu reaksi hemolytic fatal terjadi 1 dalam 100,000 transfusi. Pada pasien yang sadar, gejala meliputi rasa dingin, demam, nausea, dan sakit dada. Pada pasien yang dianestesi, manifestasi dari suatu reaksi hemolytic akut adalah suhu meningkat, tachycardia tak dapat dijelaskan  , hipotensi, hemoglobinuria, dan oozing yang difus dari lapangan operasi. Disseminated Intravascular Coagulation, shock, dan penurunan fungsi ginjal dapat berkembang dengan cepat. Beratnya suatu reaksi seringkali tergantung pada berapa banyak darah yang inkompatibel yang sudah diberikan. Gejala yang berat dapat terjadi setelah infuse 10 – 15 ml darah yang ABO inkompatibel. Manajemen reaksi hemoiytic dapat simpulkan sebagai berikut:

  • Jika dicurigai suatu reaksi hemolytic, transfusi harus dihentikan dengan segera.
  • Darah harus di cek ulang dengan slip darah dan identitas pasien.
  • Kateter urin dipasang , dan urin harus dicek adanya hemoglobin.
  • Osmotic diuresis harus diaktipkan dengan mannitol dan cairan kedalam pembuluh darah.
  • Jika ada perdarahan akut, indikasi pemberian  platelets dan FFP

Reaksi hemolytic lambat

 Suatu reaksi hemolytic lambat biasanya  disebut hemolysis extravascular  biasanya ringan dan disebabkan oleh  antibody non D antigen Sistem Rh  atau ke asing alleles di system lain  seperti Kell, Duffy, atau Kidd antigens. Berikut suatu transfusi ABO dan Rh D-compatible,pasien mempunyai 1-1.6% kesempatan membentuk antibody untuk melawan antigen asing.  Pada saat itu
Sejumlah antibody ini sudah terbentuk ( beberapa minggu sampai beberapa  bulan), tranfusi sel darah telah dibersihkan dari sirkulasi. Lebih dari itu, titer antibody menurun dan mungkin tidak terdeteksi.  Terpapar kembali dengan antigen asing yang sama selama transfuse sel darah, dapat mencetuskan  respon antibody melawan antigen asing. Peristiwa ini dilihat jelas dengan Sistem Kidd antigen. Reaksi hemolytic pada tipe lambat terjadi 2-21 hari setelah transfusi, dan gejala biasanya ringan, terdiri dari malaise, jaundice, dan demam. Hematocrit pasien tidak meningkat setelah transfusi dan tidak adanya perdarahan. Serum bilirubin unconjugated  meningkat sebagai hasil pemecahan hemoglobin.
 Diagnosa antibody - reaksi hemolytic lambat mungkin difasilitasi  oleh antiglobulin (Coombs) Test. Coombs test mendeteksi adanya antibody di membrane sel darah. Test ini tidak bisa membedakan antara membrane antibody resipien pada sel darah merah dengan membrane antibody donor pada sel darah merah. Jadi, ini memerlukan suatu pemeriksaan ulang yang lebih terperinci pretransfusi pada kedua spesimen : pasien dan  donor.
Penanganan reaksi hemolytic lambat adalah suportif. Frekwensi reaksi transfusi hemolytic lambat diperkirakan kira-kira 1:12,000 transfusi. Kehamilan ( terpapar sel darah merah janin) dapat juga menyebabkan pembentukan alloan-tibodies pada seldarah merah.

2. Reaksi Imun Nonhemolitik
            Reaksi imun  Nonhemolytic adalah dalam kaitan dengan sensitisasi dari resipien ke donor lekosit, platelets, atau protein plasma.

Febrile Reaksi

Sensitisasi lekosit atau Platelet secara khas manifestasinya adalah reaksi febrile.  Reaksi ini umumnya  ( 1-3% tentang episode transfusi) dan ditandai oleh suatu peningkatan temperatur tanpa adanya hemolysis. Pasien dengan suatu riwayat febrile berulang  harus menerima tranfusi lekosit saja. Transfusi  sarah   merahh dapat dibuat leukositnya kurang dengan sentrifuge, filtration, atau teknik freeze-thaw.

Reaksi Urtikaria

Reaksi Urtikaria  pada umumnya ditandai oleh erythema, penyakit gatal bintik merah dan bengkak, dan menimbulkan rasa gatal tanpa demam. Pada  umumnya ( 1% tentang transfusi) dan dipikirkan berkaitan dengan sensitisasi pasien ke transfusi protein plasma.  Reaksi Urticaria dapat diatasi  dengan obat antihistamine ( H, dan mungkin  H2 blockers) dan steroids.

Reaksi Anafilaksis

Reaksi anafilaksis jarang terjadi (kurang lebih 150,000 transfusi). Reaksi ini berat dan terjadi setelah hanya beberapa mililiter darah  ditranfusi, secara khas pada IgA- Pasien dengan Deficiensi anti-IgA yang menerima tranfusi darah yang berisi IgA. Prevalensi  defisiensi IgA diperkirakan  1:600-800 pada populasi yang umum. Reaksi ini diatasi dengan pemberian epinephrine, cairan, corticosteroids, dan H1, dan H2 blockers. Pasien dengan defisiensi IgAperlu menerima Washed Packed Red Cells, deglycerolized frozen red cells, atau IgA-Free blood Unit .

Edema  Pulmonary Noncardiogenic

 Sindrom acute lung injury (Transfusion-Related Acute Lung Injury           [ TRALI]) merupakan komplikasi yang jarang terjadi(< 1:10,000). Ini berkaitan dengan  transfusi antileukocytic atau anti-HLA antibodi yang saling berhubungan dan menyebabkan sel darah putih pasien teragregasi di sirkulasi pulmoner.Tranfusi sel darah putih dapat berinteraksi dengan leukoaglutinin. Perawatan Awal TRALI adalah sama dengan Acute Respiratory distress syndrome ( ARDS), tetapi dapat sembuh dalam 12-48 jam dengan therapy suportif.


Graft versus Host Disease

 Reaksi jenis ini  dapat dilihat pada pasien immune-compromised. Produk sel darah berisi lymfosit mampu mengaktifkan respon imun. Penggunaan filter leukosit khusus sendiri tidak dapat dipercaya mencegah penyakit graft-versus-host; iradiasi ( 1500-3000 cGy) sel darah merah, granulocyte, dan transfusi platelet secara efektif menginaktifasi lymfosit tanpa mengubahefikasi dari transfusi.

Purpura Posttransfusi

       Thrombocytopenia jarang terjadi setelah transfusi darah dan ini berkaitan dengan berkembangnya alloantibody trombosit. Karena alasan yang tidak jelas, antibodi menghancurkan trombosit. Hitung trombosit  secara jelas menurun 1 minggu setelah tranfusi. Plasmapheresis dalam hal ini dianjurkan. 

Imun Supresi
Transfusi leukosit-merupakan produk darah dapat sebagai immunosuppressi. Ini adalah terlihat jelas pada penerima cangkok ginjal, di mana transfusi darah preoperatif nampak untuk meningkatkan survival dari graft. Beberapa studi menyatakan bahwa rekurensi dari pertumbuhan malignan mungkin lebih mirip pada pasien yang menerima transfusi darah selamapembedahan. Dari kejadian yang ada  juga menyatakan bahwa tranfusi leukocyte allogenic dapat mengaktifkan virus laten pada resipien. Pada akhirnya, transfusi darah dapat  meningkatkan timbulnya infeksi yang serius setelah pembedahan atau  trauma.


B. Komplikasi Infeksi

1. Infeksi  virus

Hepatitis
      Sampai tes rutin untuk virus hepatitis telah diterapkan, insidensi timbulnya hepatitis setelah  transfusi darah 7-10%. Sedikitnya 90% tentang kasus ini adalah dalam kaitan dengan hepatitis  C virus. Timbulnya hepatitis  posttransfusi antarab 1:63,000 dan 1:1,600,000; 75% tentang kasus ini adalah anicteric, dan sedikitnya 50% berkembang;menjadi penyakit hati kronis. Lebih dari itu, tentang kelompok yang terakhir ini, sedikitnya 10-20% berkembang menjadi cirrhosis.

Acquired Immunodeficiency Syndrome ( AIDS )
     Virus yang bertanggung jawab untuk penyakit ini, HIV-1, ditularkan melalui transfusi darah. Semua darah dites untuk mengetahui adanya anti-HIV-1 dan - 2 antibodi . Dengan adanya  FDA yang menguji asam  nukleat memperkecil waktu kurang dari satu minggu dan menurunkan resiko dari penularan HIV melalui tranfusi 1:1.900.000 tranfusi.

     
    Infeksi Virus Lain
      Cytomegalovirus (CMV) dan Epstein-Barr Virus umumnya menyebabkan penyakit sistemik ringan atau asimptomatik.Yang kurang menguntungkan, pada  beberapa individu menjadi pembawa infeksi  asimptomatik; lekosit dalam darah dari donor  dapat menularkan virus. Pasien immunosupresi dan Immunocompromise ( misalnya, bayi prematur dan penerima transplantasi organ )   peka terhadap infeksi CMV berat setelah tranfusi. Idealnya, . pasien- pasien menerima hanya CMV negative. Bagaimanapun, studi terbaru menunjukkan bahwa resiko transmisi CMV dari transfusi dari darah yang leukositnya berkurang sama dengan tes darah yang CMV negative. Oleh karena itu, pemberian darah dengan leukosit yang dikurangi secara klinis cocok diberikan pada pasien seperti itu. Human T sel virus lymphotropic I dan II ( HTLV-1 dan HTLV-2) adalah leukemia dan lymphoma virus, kedua-duanya telah dilaporkan ditularkan melalui transfusi darah; leukemia dihubungkan dengan myelopathy. Penularan Parvovirus telah dilaporkan setelah transfusi faktor pembekuan. dan dapat mengakibatkan krisis transient aplastic pada pasient immunocompromised. Penggunaan  filter leukosit khusus nampaknya mengurangi tetapi tidak mengeliminasi timbulnya komplikasi di atas.

 2. Infeksi parasit
 Penyakit parasit yang dapat ditularkan melalui transfusi seperti malaria, toxoplasmosis, dan Penyakit Chagas'. Namun kasus-kasus tersebut jarang terjadi.

3. Infeksi Bakteri

 Kontaminasi bakteri dalam adalah penyebab kedua kematian melalui transfusi. Prevalensi kultur positif dari kantong darah berkisar dari 1/2000 trombosit sampai 1/7000 untuk pRBC. Prevalensi sepsis oleh karena transfusi darah berkisar dari 1/25,000 tromobosit sampai 1/250,000 untuk pRBC. Angka-angka ini secara relatif besar dibandingkan ke resiko HIV atau hepatitis, yang adalah di sekitar 1/1-2 juta. Baik bakteri gram-positive ( Staphylococus) dan bakteri gram-negative ( Yersinia dan Citrobacter) jarang mencemari transfusi darah dan menularkan penyakit. Untuk mencegah kemungkinan kontaminasi dari bakteri, darah harus berikan dalam waktu kurang dari 4 jam. Penyakit bakteri yang ditularkan melalui transfusi darah dari donor meliputi sifilis, brucellosis, salmonellosis, yersiniosis, dan berbagai macam rickettsia.


C. Transfusi Darah Masif
 Transfusi darah masif umumnya didefinisikan sebagai kebutuhan transfusi satu sampai dua kali volume darah pasien. Pada kebanyakan pasien dewasa, equivalent dengan 10-20 unit.

 Koagulopati
 Penyebab utama perdarahan setelah transfusi darah masif adalah dilutional thrombocytopenia. Secara klinis dilusi dari factor koagulasi tidak biasa terjadi pada pasien normal. Studi Koagulasi dan hitung trombosit, jika tersedia, idealnya menjadi acuan  transfusi trombosit dan FFP. Analisa Viscoelastic dari pembekuan darah (thromboelastography dan Sonoclot Analisa) juga bermanfaat.

Keracunan Sitrat
         Kalsium berikatan dengan bahan pengawet sitrat secara teoritis dapat menjadi penting setelah transfusi darah dalam jumlah besar. Secara klinis hypocalcemia penting, karena menyebabkan depresi jantung,  tidak terjadi pada  pasien normal kecuali jika transfusi melebihi 1 U tiap-tiap 5 menit. Sebab metabolisme sitrat terutama di hepar, pasien dengan penyakit atau disfungsi hepar ( dan kemungkinan pada pasien hipothermi) memerlukan infuse calcium selama transfusi massif ).

Hypothermia

Transfusi Darah massif  adalah merupakan indikasi mutlak untuk semua produk darah cairan intravena hangat ke temperatur badan normal. Arhitmia Ventricular dapat menjadi fibrilasi ,sering terjadi pada temperatur sekitar 30°C. Hypothermia dapat menghambat resusitasi jantung. Penggunaan alat infus cepat dengan pemindahan panas yang efisien  sangat efisien telah sungguh mengurangi timbulnya insiden hypothermia yang terkait dengan transfusi.

Keseimbangan asam basa            
 Walaupun darah yang disimpan adalah bersifat asam dalam kaitan dengan antikoagulan asam sitrat dan akumulasi dari metabolit sel darah merahs (carbondioxida dan asam laktat), berkenaan dengan metabolisme  acidosis metabolik yang berkaitan dengan transfusi tidaklah umum. Yang terbanyak dari kelainan asam basa setelah tranfusi darah massif adalah alkalosis metabolic postoperative.Ketika perfusi normal diperbaiki, asidosis metabolic berakhir dan alkalosis metabolic progresif terjadi, sitrat dan laktat yang ada dalam tranfusi dan cairan resusitasi diubah menjadi bikarbonat oleh hepar.

 Konsentrasi Kalium Serum
 Konsentrasi kalium Extracellular dalam darah yang disimpan meningkat  dengan waktu. Jumlah kalium extracellular yang transfusi pada unit masing-msaing kurang dari 4 mEq perunit. Hyperkalemia dapat berkembang dengan mengabaikan umur darah ketika transfusi melebihi 100 mL/min. Hypokalemia biasanya ditemui sesudah operasi, terutama sekali dihubungkan dengan alkalosis metabolisme.

Referensi: 
Morgan, G. Edward. 2005. Clinical Anesthesiology, 4th Edition. Mc Graw-Hill Companies, Inc. United State.  

Terapi Cairan dan Tranfusi - Strategi Alternatif Untuk Penanganan Kehilangan Darah Selama Pembedahan

Transfusi Autologous
             Pasien yang mengalami prosedur pembedahan elektif dengan suatu kemungkinan tinggi untuk transfusi dapat mendonorkan darah mereka sendiri untuk digunakan selama operasi.  Darah ini dapat dikumpulkan mulai 4-5 minggu sebelum operasi. Pasien diperbolehkan untuk mendonorkan satu kantong darah sepanjang hematokrit kurang lebih 34% atau hemoglobin sekitar 11 g/dl. Kebutuhan pemakaian darah minimum 72 jam antara mendonorkan darah dan membuat volume plasma kembali normal. Dengan suplementasi  besi  dan terapi eritropoetin rekombinan  ( 400 U perminggu), sedikitnya tiga atau empat unit pada umumnya dikumpulkan sebelum operasi. Beberapa studi menyatakan bahwa transfusi darah autologous tidak mempunyai efek tambahan yang mempengaruhi  survival pada  pasien yang mengalami operasi untuk kanker. Walaupun transfusi autologous  mungkin mengurangi resiko infeksi dan reaksi transfusi, mereka tidaklah dengan sepenuhnya bebas dari resiko. Resiko meliputi reaksi immunologi yang berhubungan dengan n kesalahan pekerjaan karyawan dalam pengumpulan dan label, pencemaran, dan gudang/penyimpanan yang  tidak benar. Reaksi alergi dapat terjadi dalam kaitan dengan allergen ( misalnya, ethylen oksida), dapat masuk kedalam darah dari tempat pengumpulan dan gudang/penyimpanan. Pengumpulan darah preoperative  autologous dilakukan dengan frekwensi berkurang.



Penyimpanan Darah  dan Pemberian Cairan Melalui Infus Berulang  
 Teknik ini umumnya digunakan pada bedah jantung, vascular dan bedah tulang. Darah di aspirasi intraoperatif bersama-sama dengan suatu pencegah pembekuan darah ( heparin) ke dalam suatu reservoir. Setelah jumlah darah cukup dikumpulkan, sel darah yang merah di konsentratkan dan dicuci untuk dimurnikan dari kotoran dan zat pembeku kemudian di transfusikan kembali ke dalam pasien. Konsentrat darah tersebut umumnya mempunyai hematocrits 50-60%. Untuk digunakan secara efektif, teknik ini memerlukan kehilangan darah lebih besar dari 1000-1500 mL. Kontrainidikasi meliputi pencemaran dari luka yang busuk dan tumor malignan, meskipun demikian kekhawatiran tentang kemungkinan reinfusi sel malignan via teknik tills tidak dibenarkan. Sistem lebih modern dan sederhana memungkinkan rein-fusion darah tanpa centrifugae.

Normovolemic Hemodilusi

 Hemodilution normovolemic akut bergantung pada pendapat bahwa jika konsentrasi sel darah merah dikurangi, total kehilangan sel darah merah dapat dikurangi apabila darah dalam jumlah besar ditumpahkan; lebih dari itu, cardiac output tetap normal sebab volume intravascuiar terkontrol. Darah umumnya dikeluarkan sebelum operasi melalui kateter intravena yang besar dan digantikan dengan cairan kristaloid dan koloid, supaya pasien tetap normovolemic tetapi dengan hematocrit 21-25%. Darah yang dikeluarkan disimpan dalam kantong CPD pada suhu sampai 6 jam untuk menjaga fungsi dari trombosit; darah di transfusikan kembali ke pasien setelah  kehilangan darah atau lebih cepat jika diperlukan.


Donor - Transfusi Langsung

Pasien dapat meminta donor darah dari anggota keluarga atau teman yang mengandung ABO kompatibilitas. Kebanyakan bank darah tidak menyarankan hal ini dan umumnya memerlukan donor kurang lebih 7 hari sebelum operasi untuk memproses darah dan mengkonfirmasikan kompatibilitas.
Studi yang membandingkan keamanan dari pendonor-langsung dengan donor secara random  tidak ada perbedaan, ataupun bank darah lebih aman.




Referensi:
Morgan, G. Edward. 2005. Clinical Anesthesiology, 4th Edition. Mc Graw-Hill Companies, Inc. United State.