1. Batasan
Lupus eritematosus sistemik adalah penyakit sistemik evolutif yang mengenai satu atau lebih organ tubuh, ditandai oleh inflamasi luas pada pembuluh darah dan jaringan ikat, bersifat episodik yang diselinggi oleh periode remisi.
2. Etiologi
Merupakan penyakit autoimun dengan berbagai faktor penyebab yang saling berkaitan: faktor genetik, faktor endokrin, faktor obat dan faktor infeksi. Jika salah satu faktor tidak ada, maka penyakit lupus tidak akan muncul secara klinis.
3. Patogenesis
Autoantibodi berikatan dengan autoantigen membentuk kompleks imun yang mengendap berupa depot jaringan --> terjadi aktivasi komplemen, terjadi reaksi inflamasi yang menimbulkan lesi di tempat tersebut.
4. Bentuk Klinis
LES dapat menyerang semua organ, yaitu dapat muncul sendiri-sendiri atau bersama-sama. Manifestasi klinis pada masing-masing organ ini yang lazim adalah :
· Demam dan astenia merupakan gejala tersering
· Kelainan kulit, berupa :
- Ruam berbentuk sayap kupu-kupu, (Butterfly rash) terdapat didaerah muka (eritema malar) dapat berupa eritema simple, atau erupsi makulapapel dengan squamasi halus berwarna kemerahan, erupsi dapat juga mengenai cuping hidung, pangkal hidung, daerah leher atau bahu yang terbuka, periorbita, frontal atau darah telinga luar.
- Lupus discoid
- Lesi vaskulitis (berupa eritem pada tangan, edema periungual, makuloeritematosa kulit dan pulpa jari jemari).
- Erupsi populoeritmetatosa disseminata non spesifik terutama dianggota gerak, kulit fotosensitif, alopesia non sikatrik, sindroma Raynaud.
· Kelainan selaput mukosa : berupa ulserasi nasal dan oral.
· Kelainan sendi, tulang dan otot, dapat berupa arthritis, deformitas tangan, tenosinovitis, artralgia, mialgia miositis lupus, serta osteonekrosis aseptik.
· Kelainan ginjal : ditandai dengan proteinuria, hematuria, sindrom nefrotik, gagal ginjal.
Klasifikasi lupus nefritis : lupus nefritis mesangial, glomerulonefritis proliferatif fokal, glomerulefritis proliferatif difus, glomerulonefritis membranosa.
· Manifestasi neuropsikiatrik : psikosis, disorientasi, delirium atau dapat berhubungan dengan kelainan organik serebral.
· Manifestasi hematologik: limfadenopati superfisial atau lebih dalam (mediastinum, intra abdmen), dapat juga terjadi splenomegali. Anemia : normokron normositik trombositopenia, leukopenia dan gangguan hemostasis.
· Kelainan kardiovaskuler: perikarditis, miokarditis, hipertensi arterial.
· Kelainan saluran nafas: efusi pleura, dapat juga terjadi perdarahan alveolar masif.
· Manifestasi ginekoobstetrik: amenore pada anak besar.
· Kelainan sistem pencernaan --> terjadi akibat vaskulitis, seperti : perdarahan intestinal, pankreatitis, perforasi usus atau ulserasi hemoragis. Dapat terjadi diare karena infeksi saluran cerna. Perdarahan digestif karena pemberian obat (anti inflamasi), hepatitis dan dapat terjadi asites.
· Gangguan pada mata: dapat mengenai mata dan jalur saraf optik. Pada retina terdapat eksudat seperti kapas disertai perdarahan (Cotton Wool Spots), papilitis dan oklusi arteri sentralis (paling jarang), scotoma, gangguan penglihatan unilateral dan keratitis.
5. Komplikasi
· Infeksi banyak terjadi pada stadium evolusi. Disamping akibat defisiensi imun, juga berhubungan dengan pemakaian kortikosteroid dan imunosupresan.
· Akibat keterlibatan visera: gagal ginjal, hipertensi maligna, ensefalopati, perikarditis, sitopenia autoimun, dsb.
6. Prognosis
· Prognosis penyakit lupus telah membaik dengan angka survival untuk masa 10 tahun sebesar 90%.
· Penyebab kematian --> akibat komplikasi viseral: gagal ginjal, hipertensi maligna, kerusakan SSP, perikarditis, infark miokard, dan sitopenia autoimun --> infeksi.
7. Diagnosis
Dasar Diagnosis
Ditegakkan secara klinis dan laboratoris. Kriteria diagnosis yang paling banyak dianut adalah menurut American Rheumatism Association (ARA). Diagnosis LES ditegakkan bila terdapat paling sedikit 4 dari 11 kriteria ARA tersebut. Empat dari 11 kriteria positif untuk memenuhi 96% sensitivitas dan 96% spesifisitas. Salah satu butir pernyataan cukup untuk memenuhi kriteria. Kriteria ARA ini terdiri dari :
· Eritema malar (Butterfly rash)
· Lupus discoid
· Fotosensitivitas
· Ulcerasi mukokutaneus oral dan nasal
· Arthritis nonerosif
· Nefritis, proteinuria > 0,5 g/24 jam, silinder dalam urin.
· Ensefalopati, konvulsi, psikosis.
· Pleuritis atau perikarditis
· Sitopenia
· Imunoserologi positif: antibodi antidouble stranded DNA
· Antibodi antinuclear (ANA) positif.
Langkah-langkah diagnosis
- Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk dapat mengindentifikasi manifestasi klinis dan butir-butir kriteria ARA.
- Lakukan pemeriksaan laboratorium/penunjang lain.
Anjuran pemeriksaan laboratorium/penunjang untuk LES
· Analisis darah tepi lengkap (darah besar dan LED)
· Sel LE
· Antibodi Antikuler (ANA)
· Anti ds DNA (anti DNA natif)
· Autoantibodi lain (anti SM, RF, anti fosfolipid, antihiston, dll)
· Titer komplemen C3, C4 dan CH50
· Titer IgM, IgG, dan IgA
· Krioglobulin
· Masa pembekuan
· Serologis sifilis (VDRL)
· Uji coombs.
· Elekroforesis protein
· Kreatinin dan ureum darah
· Protein urine (total protein dalam 24 jam)
· Foto rontgen dada.
- Tegakkan diagnosa berdasarkan kriteria ARA dan identifikasi luasnya manifestasi klinis.
- Telusuri komplikasi
Indikasi rawat
Semua dirawat untuk menelusuri keterlibatan organ dan komplikasi.
8. Penatalaksanaan
· Profilaksis mencegah keadaan yang dapat menginduksi gejala lupus seperti menghindari pemakaian obat tertentu, sinar matahari, kelelahan dll. Mencegah infeksi dan mempertahankan fungsi organ tubuh secara optimal.
· Penatalaksanaan infeksi.
· Salisilat --> untuk antralgia dan mialgia dosis 75-90 mg/kgBB/hari. (kontra indikasi: trombositopenia dan gangguan hemostasis).
· Antimalaria: dipakai untuk membantu penyapihan kortikosteroid untuk pengobatan dermatitis lupus. Dipakai hidroksi-klorokuin dosis awal 6-7 mg/kgBB/hari dalam 1-2 dosis selama 2 bulan kemudian diturunkan menjadi 5 mg/kgBB/hari. Karena efek toksis pada mata maka harus dikonsul oftalmologik tiap 4-6 bulan.
· Kortikosteroid : preparat yang dipakai adalah prednisolon atau prednison :
- Dosis rendah : Kortikosteroid<0,5mg/kg/BB/hari (untuk mengatasi gejala klinis seperti demam, dermatitis, enteritis, efusi pleura dll)
- Dosis tinggi : Kortikosteroid dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari : dosis inisial dipertahankan 6-8 minggu diberikan untuk mengatasi krisis lupus, gejala neurologis susunan syaraf pusat, anemia hemolitik akut dan beberapa bentuk nefritis tertentu
- Pada nefritis, dosis yang diberikan berdasarkan gambaran PA
- Nefritis mesangial : hanya diberi terapi simtomatik
- Nefritis dengan kelainan glomerulus fokal : prednison dosis rendah 0,5 mg/kgBB/hari.
- Untuk kelainan difus : dosis 1 mg/kBB/hari.
- Untuk membranosa : dosis tinggi disertai simptomatik dan siklofostamid 1 mg/kgBB/hari
- Penyapihan : jika klinis membaik dan laboratorium dalam batas normal, dimulai penyapihan bertahap (C3, C4 dan titer anti ds DNA, atau konversi negatif sel LE dan titer ANA). Patokan untuk penyapihan sebagai berikut :
- < 10 mg/hari : turunkan 0,5-1 mg tiap 2-5 minggu
- 10-20 mg/hari : turunkan 1-2,5 mg setiap minggu
- 20-60 mg/hari : turunkan 2,5-5 mg setiap minggu
Jika saat penyapihan gejala kambuh lagi, dosis dinaikan dengan 25-50% terapi saat itu dalam dosis terbagi yang dipertahankan beberapa lama sebelum diputuskan untuk meneruskan penyapihan atau menaikkan dosis kembali. Umumnya dengan dosis > 30 mg/hari masih diberikan dosis terbagi 2-3 kali sehari. Jika gejala telah terkontrol dengan dosis tunggal, dapat dicoba pemberian obat selang sehari.
- Terapi bolus:
Terapi bolus (pulse therapy) diberikan pada keadaan darurat atau krisis lupus dengan manifestasi akut, kasus tak terkontrol dan pada lupus nefritis prolieratif difus.
Preparat: metil prednisolon 10-30 mg/kgBB/kali, I.V, selama 1-3 hari.
- Diet
Setiap pengobatan kortikosteroid selalu disertai diet rendah garam, rendah gula, tidak mengandung gas, dengan restriksi cairan serta suplemen kalsium dan kalium.
· Imunosupresan/sitostatika
Diberikan jika terdapat gangguan neurologik susunan syaraf pusat, nefritis tipe proliferasi difus dan membranosa, anemia hemolitik akut dan kasus yang resisten terhadap pemberian kortikosteroid. Dipakai : azatioprin oral : 1-2 mg/kgBB/hari atau siklofosfamid oral 1-2 mg/kgBB/hari dan untuk terapi bolus 500-700 mg/m2 IV setiap bulan, sampai 3 tahun.
9. Tindak Lanjut
Ikuti perkembangan klinis secara cermat. Secara khusus ikuti keterlibatan ginjal. Ikuti perkembangan marker imunoserologi.
Awasi infeksi sekunder. Infeksi timbul akibat efek kortikoterapi, akibat pemakaian imunosupresan atau akibat defisiensi imun akibat penyakit lupus.
Indikasi pulang:
Jika keterlibatan organ telah terkontrol, serta infeksi sekunder telah teratasi.
Follow up penderita dengan berobat jalan secara berkala selama bertahun-tahun untuk mengikuti aktifitas penyakit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar